
Daya Beli Lemah Ekspor Minyak Sawit Indonesia Stagnan Jelang Ramadhan
SIARAN PERS
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI)
Daya Beli Lemah, Ekspor Minyak Sawit Indonesia Stagnan Jelang Ramadhan
Jelang Ramadhan biasanya konsumsi akan minyak nabati meningkat dari pada bulan biasa. Peningkatan konsumsi biasanya akan menstimulasi pasar minyak nabati global yang berlanjut pada meningkatnya sawit Indonesia. Hal ini tidak terjadi pada tahun ini. Secara mengejutkan volume ekspor minyak sawit Indonesia justru turun dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Daya beli yang lemah dari negara tujuan ekspor menyebabkan permintaan minyak sawit tidak terkatrol.
Pada Mei ini, stok minyak sawit Indonesia termasuk biodiesel dan oleochemical tercatat turun sebesar 13,6% atau dari 2,27 juta ton pada April turun menjadi 1,96 juta ton pada Mei. Sementara itu produksi minyak sawit Indonesia pada Mei menunjukkan tren kenaikan meskipun belum signifikan. Produksi CPO dan PKO pada Mei mencapai 2,5 juta ton dibandingkan April sebanyak 2,3 juta ton atau naik sekitar 7%.
Produksi biodiesel Indonesia pada Mei meningkat 28% dibandingkan pada bulan sebelumnya atau dari 253 ribu kiloliter (kl) pada April naik menjadi 324 ribu kl pada Mei. Hal ini sejalan dengan penyerapan dalam negeri yang konsisten dan cenderung meningkat yaitu sebesar 15%, atau dari 233 ribu kl pada April naik menjadi 267 ribu kl pada Mei.
Menurut data yang diolah GAPKI, volume ekspor minyak sawit Indonesia pada Mei tercatat turun 6% dibandingkan dengan bulan lalu atau dari 1,88 juta ton pada April melorot menjadi 1,76 juta ton pada Mei ini. Sementara itu secara year-on-year kinerja ekspor minyak sawit Indonesia untuk lima bulan pertama 2016, mencapai 9,78 juta ton atau turun sekitar 3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015 yaitu sebesar 10,09 juta ton. Tren ekspor Indonesia telah menunjukkan penurunan, tahun lalu ekspor minyak sawit Indonesia sejak Maret telah berada di atas 2 juta ton sampai pada penghujung tahun. Tahun 2016 terjadi kebalikannya. Volume ekspor Januari-Februari di atas dua juta ton dan memasuki Maret sampai Mei menurun di bawah 2 juta ton per bulan.
Tren penurunan ini dipercaya karena tingkat konsumsi dalam negeri yang meningkat sebagai akibat pemberlakuan mandatori biodiesel dan meningkatnya tingkat konsumsi dalam negeri terutama industri makanan. Selain itu daya beli pasar global juga melemah khususnya China dan India.
Kecuali negara-negara Timur Tengah dan Bangladesh yang mengalami kenaikan, ekspor minyak sawit Indonesia ke negara-negara lain mengalami penurunan. Volume ekspor minyak sawit Indonesia ke negara-negara Timur Tengah pada Mei meningkat signifikan mencapai 37% dibandingkan bulan sebelumnya atau dari 174,99 ribu ton pada April meningkat menjadi 240,57 ribu ton pada Mei. Hal ini juga diikuti oleh Bangladesh yang juga terangkat 13% dibandingkan bulan sebelumnya, atau dari 64,87 ribu ton pada April naik menjadi 73,50 ribu ton pada Mei. Kenaikan permintaan dari negara-negara ini karena akan datangnya bulan Ramadhan dimana mayoritas penduduk di negara-negara tersebut adalah muslim.
Sebaliknya ekspor minyak sawit Indonesia ke negara tujuan utama seperti India, China, Uni Eropa, Amerika Serikat dan Pakistan mengalami penurunan. Penurunan tertinggi dibukukan oleh Pakistan. Secara mengejutkan negara yang berpenduduk mayoritas ini mengurangi impor pada saat jelang Ramadhan. Pada Mei Pakistan memangkas impor minyak sawitnya dari Indonesia sebesar 19,5% dibandingkan bulan sebelumnya atau dari 181,52 ribu ton pada April menjadi 146,07 ton pada Mei. Menurunnya permintaan dari Pakistan karena Pakistan telah membeli persediaan lebih awal yang di-deliver tepat pada datangnya bulan Ramadhan sehingga kebutuhan bulan Ramadhan telah terpenuhi. Selain itu bulan Ramadhan tahun ini juga bertepatan dengan musim panas di Pakistan, yang pada kebiasaannya konsumsi akan minyak nabati menurun pada musim panas.
Penurunan permintaan juga diikuti negara-negara Uni Eropa yaitu sebesar 19% atau dari 333,77 ribu ton pada April berkurang menjadi 270,19 ribu ton pada Mei. Tergerusnya pemintaan karena negara Benua Biru ini sedang meningkatkan impor minyak bunga mataharinya. Amerika Serikat juga membukukan penurunan sebesar 10% atau dari 81,31 ribu ton pada April menjadi 72,82 ribu ton pada Mei.
India juga membukukan penurunan 6% atau dari 503,13 ribu ton pada April tergerus menjadi 471,53 ribu ton pada Mei. Penurunan permintaan India karena stok minyak nabati di negeri Bollywood yang tinggi. Selain itu India juga sedang mendongkrak impor minyak kedelainya untuk memanfaatkan harga yang murah. Dengan harga minyak sawit yang tinggi dan ditambah dengan bea keluar yang dikenakan oleh Indonesia dan Malaysia menyebabkan gap harga kedelai dan minyak sawit menjadi kecil. Selain itu industri refinery India juga mengeluhkan banyaknya Impor RBD Palm Olein telah membuat refinery yang banyak menganggur.
China tak ketinggalan membukukan penurunan permintaan minyak sawitnya dari Indonesia. Pada Mei ini ekspor minyak sawit Indonesia ke China hanya mampu mencapai 119,32 ribu atau menurun 1% dibandingkan bulan sebelumnya. Permintaan minyak sawit Negeri Tirai Bambu ini terus menunjukkan tren penurunan sejak awal tahun. Secara year-on-year, ekspor minyak sawit Indonsia ke China pada periode Januari-Mei menurun 14% atau 1,125 juta ton periode Jan-Mei 2015 tergerus menjadi 965,45 ribu ton pada periode yang sama 2016. Tren penurunan permintaan China merupakan efek dari perlambatan ekonomi Negeri Panda tersebut dan juga pada dua bulan terakhir China menggalakan program untuk memperbanyak ternak di dalam negeri sehingga impor soymeal lebih digenjot.
Dari sisi harga, sepanjang Mei harga CPO global bergerak di kisaran US$ 685 – US$ 730 per metrik ton, dengan harga rata-rata US$ 703,1 per merik ton. Harga rata-rata April 2016 ini turun sebesar 2,9% dibandingkan harga rata-rata pada April yaitu US$ 713,1 per metrik ton. Sementara itu harga CPO global sampai pada pekan ketiga Juni 2016 bergerak di kisaran US$ 662.5 – US$ 720 per metrik ton. Harga CPO global terkoreksi sepanjang bulan Juni karena melemahnya permintaan global padahal jelang bulan Ramadhan biasanya permintaan meningkat.
GAPKI memperkirakan harga CPO global sampai pada akhir Juni dan pekan pertama Juli akan sedikit rebound dan bergerak di kisaran US$ 675 – US$ 710 per metrik ton.
Pada Juni ini, para pengusaha minyak sawit kembali dikenakan pungutan Bea Keluar karena harga rata-rata minyak sawit untuk periode Bea Keluar Juni ditetapkan sebesar US$ 751,25 ini artinya di atas US$ 750 per metrik ton batas minimum pengenaan Bea Keluar sehingga Bea Keluar diaplikasikan dan berdasarkan pada PMK No. 136/2015 jatuh pada kolom II atau Bea Keluar dikenakan sebesar US$ 3 untuk setiap ton minyak sawit yang diekspor.
Melalui pengamatan pergerakan harga harian CPO baik di dalam negeri, maupun di Bursa Malaysia dan Rotterdam, GAPKI mendapati adanya kesalahan dalam penghitungan penetapan Bea Keluar karena tidak sesuai dengan aturan yang diberlakukan. Menurut perhitungan GAPKI, pada bulan Mei dan Juni seharusnya tidak ada pengenaan bea keluar, karena dengan harga rata-rata rujukan setelah dikurangi biaya transportasi, harga masih berada di bawah USD 750 per metrik. GAPKI menghimbau agar Kementerian Perdagangan RI untuk meninjau kembali penetapan Bea Keluar ini dan agar dapat juga mengajak asosiasi sawit terkait untuk mendiskusikan hal ini lebih lanjut.
Data Statistik Minyak Sawit Indonesia
Jakarta, 28 Juni 2016
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI)
Informasi lebih lanjut, hubungi:
Fadhil Hasan
Direktur Eksekutif GAPKI
Tel. 021-57943871, Fax. 021-57943872