
Minyak Sawit, Risiko Kardiovaskular?
Pada tahun 2012 World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa penyakit kardiovaskular penyebab kematian utama di dunia. Hal ini diduga kuat berkaitan erat dengan tingginya konsentrasi kolesterol dalam darah dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular (Oluba & Oyeneke, 2009). Peningkatan konsentrasi kolesterol dalam darah sangat dipengaruhi oleh tingginya konsumsi asam lemak jenuh, yang dapat diperhitungkan dengan menggunakan persamaan Keys-Anderson (Keys et al., 1965).
Minyak sawit sebagai minyak goreng utama di berbagai penduduk Afrika dan Asia telah digunakan cukup lama. Dampak konsumsi minyak sawit terhadap risiko penyakit kardiovaskular menjadi kekhawatiran dikarenakan kandungan asam palmitat yang tinggi. Di samping asam lemak jenuh (palmitat) yang tinggi, minyak sawit mengandung berbagai omponen lain, seperti vitamin E, karotenoid, dan antioksidan yang dapat melindungi gangguan kardiovakular dan pencegahan kanker (Oluba & Oyeneke, 2009); Oyewole et al., 2010; Sundram et al., 1990). Dua fakta tersebut menghasilkan gambaran dampak kesehatan dari konsumsi minyak sawit yang tidak dapat secara langsung disimpulkan merugikan knsumen.
Terjadinya perbedaan pendapat terhadap berbagai penelitian terkait kemampuan minyak sawit dalam meningkatkan cholesterolaemia, perdebatan mengenai pengaruh negatif minyak sawit terhadap kesehatan telah terjadi selama dua dekade terakhir. Hal itu terutama disebabkan kandungan SFA minyak sawit khususnya asam palmitat, yang bekorelasi positif terhadap level kolesterol serum, yuang berakibat pada peningkatan resiko penyakit kardiovaskular. Akan tetapi, beberapa hasil penelitian dan laporan sebaliknya tidak mendukung kesimpulan tersebut.
Sebuah studi literatur review dapat membantu untuk mengamati dan menyimpulkan hubungan konsumsi minyak sawit dengan dampak kesehatan kardiovaskular pada berbagai populasi penduduk di berbagai negara. Database Scopus, NCBI Pubmed dan BioMed Central digunakan untuk melacak artikel ilmiah dengan kata kunci khusus, yaitu palm oil, metabolic syndrome, clinical studies, dan cardiovascular. Tahap ini dilanjutkan dengan skrining untuk kesesuaian subjek artikel dan akses. Tahap terakhir adalah focus group discussion bersama ahli dalam bidang gizi, kesehatan, dan keamanan pangan.
Apa itu penyakit kardiovaskular?
Penyakit kardiovaskular atau cardiovascular disease (CVD) adalah penyakit yang berhubungan dengan jantung dan pembuluh darah. Penyakit kardiovaskular yang umum adalah: penyakit jantung iskemik (ischemic heart disease) (IHD), stroke, penyakit jantung akibat tekanan darah tinggi (hypertensive heart disease), penyakit jantung rematik (rheumatic heart disease) (RHD), pembesaran aorta (aortic aneurysm), cardiomyopathy, atrial fibrillation, penyakit jantung bawaan (congenital heart disease), endocarditis, dan peripheral artery disease (PAD).
Konsumsi minyak sawit dan kardiovaskular
Berdasarkan hasil penyaringan didapatkan artikel yang menunjukkan relevansi terhadap topik risiko penyakit kardiovaskular dari konsumsi minyak sawit dan dipilih artikel ilmiah berupa artikel review yang telah melakukan systematic review dan/atau meta-analysis terhadap hubungan antara minyak sawit (juga asam lemak jenuh) terhadap resiko penyakit kardiovaskular. Beberapa di antaranya dijelaskan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Hasil systematic review-artikel dengan konteks pengaruh konsumsi
minyak sawit terhadap risiko penyakit kardiovaskular
Odie et al. (2015) juga mengatakan selain asam palmitat, minyak sawit juga menghandung asam oleat dan linoleat. Minyak sawit juga mengandung vitamin A dan E yang merupakan antioksidan sangat kuat. Minyak sawit yang dikonsumsi sebagai minyak makan sebagai bagian dari diet sehat yang seimbang, tidak menghasilkan peningkatan resiko penyakit kardiovaskular. Penggantian dengan minyak lain yang kaya asam lemak tak jenuh (mono atau polyunsaturated fatty acids), hanya sedikit atau bahkan tidak berpengaruh positif dalam pencegahan penyakit kardiovaskular.
Mayoritas hasil kajian yang telah direview oleh Fattore dan Fanelli (2013) menunjukkan bahwa asam palmitat tidak memiliki peran yang merugikan terkait penyakit kardiovaskular, khususnya pada subyek dengan normo-cholesterolaemic dengan rekomendasi asupan PUFAs 18:2n 2 6. Asam palmitat hanya sedikit sekali meningkatkan kolesterol LDL- and HDL-; sehingga efeknya terhadap rasio HDL/LDL yang merupakan penciri utama dalam resiko penyakit kardiovaskuler relatif netral.
Selain itu, pengaruh dari jenis asam lemak tertentu secara tunggal juga dapat berbeda dengan ketika asam lemak tersebut berada dalam produk lemak utuh, walaupun asam lemak tersebut merupakan komponen utama di dalam produk lemak tersebut. Sebagai contoh, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata dalam kandungan kolesterol LDL setelah konsumsi minyak zaitun tinggi asam oleat, dibandingkan dengan minyak sawit, dimana hasil tersebut berbeda dengan efek konsumsi minyak kanola dan minyak biji bunga matahari yang tinggi asam oleat. Hal tersebut diakibatkan tingginya kandungan fitosterol dalam minyak sawit yang berfungsi sebagai penurun kadar kolesterol, dan kandungan squalene dalam minyak zaitun yang bersifat sebagai peningkat kolesterol (Truswell 2000). Akan tetapi, berbagai kesimpulan dari pembahasan topik ini (Clifton 2011) juga menunjukkan bahwa asam lemak palmitat dalam minyak sawit dapat meningkatkan kolesterol-LDL, akan tetapi dengan hasil yang bervariasi terkait hubungan antara dosis terhadap respon yang dikaji, dan bahkan pada beberapa hasil kajian menunjukkan korelasi yang negatif.
Walaupun masih terdapat ketidakpastian bukti ilmiah peran diet lemak terkait penyakit kardiovaskuler, sejak tahun 1980-an banyak organisasi nasional maupun internasional yang meluncurkan rekomendasi terkait asupan lemak, sehingga penurunan jumlah total lemak, khususnya lemak jenuh, saat ini menjadi target utama untuk menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler. Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO) telah menetapkan rekomendasi asupan total lemak 20-35%, SFAs sebanyak 0% for SFAs, MUFAs 15-20% dan PUFAs 6-11% terhadap total asupan energi.
Sebuah review mengenai intervensi dari Cochrane Collaboration (Hopper et al. 2012) melalui penurunan atau modifikasi diet lemak untuk mencegah penyakit kardiovaskular menunjukkan bahwa pengurangan atau modifikasi diet lemak jenuh dapat melindungi terjadinya kasus kardiovaskular dengan penurunan sebanyak 14%. Dalam kajian ini juga ditunjukkan bahwa efek perlindungan hanya nampak ketika lemak jenuh dimodifikasi (dengan tetap mempertahankan asupan lemak total) atau dengan menurunkan dan memodifikasi (tidak hanya dengan menurunkan) dengan menggantinya dengan asam lemak tak jenuh, tetapi tidak dengan karbohidrat. Kajian ini dilakukan selama waktu 2 tahun pada pria dewasa dan pada masyarakat dengan dasar resiko kardiovaskular moderate/tinggi.
Hunter et al (2010) juga telah melakukan systematic review untuk mengkaji pengaruh diet tinggi asam lemak stearat (STA) terhadap kesehatan kardiovaskuler dibandingkan dengan konsumsi lemak trans, asam lemak jenuh lain, dan asam lemak tidak jenuh. Review tersebut dilakukan terhadap studi epidemologis dan klinis yang mengevaluasi hubungan antara STA dengan faktor risiko CVD, yang mencakup lipid plasma dan lipoproteins, variable hemostatik (hemostatic variables) dan penanda inflamasi (inflammatory markers). Kesimpulannya adalah asupan asam lemak trans (TFA) harus diturunkan serendah mungkin karena efek buruknya terhadap lipid dan lipoprotein. Pengganti TFA dengan STA bila dibandingkan dengan jenis asam lemak jenuh lainnya dalam pangan yang membutuhkan lemak padat, menghasilkan efek yang menguntungkan dalam mempengaruhi kolesterol LDL yang merupakan target utama dalam penurunan resiko CVD. Dalam aplikasi minyak cair, lebih diutamakan untuk menggunakan asam lemak tidak jenuh. Akan tetapi untuk aplikasi pada pangan dengan lemak padat, STA merupakan substitusi yang baik terhadap TFA dan asam lemak jenis lain yang mempunyai efek peningkatan kolesterol.
Mengingat bahwa mayoritas konsumsi lemak dunia dalam bentuk lemak padat, sedangkan konversi minyak cair menjadi lemak padat melibatkan proses hidrogenasi yang menghasilkan asam lemak trans, minyak sawit memiliki keunggulan tersendiri dalam aspek ini. Minyak sawit yang memiliki keseimbangan antara kandungan asam lemak jenuh dengan asam lemak tak jenuh didalamnya, pada suhu kamar memiliki fraksi dengan bentuk yang berbeda yaitu bentuk cair (olein) dan bentuk padat (stearin). Hal ini menghasilkan keunggulan tersendiri bagi minyak sawit, karena minyak sawit tidak membutuhkan proses hidrogenasi untuk mengubahnya menjadi padat, sehingga bebas dari asam lemak trans.
Puspo Edi Giriwono | Nuri Andarwulan | Nur Wulandari
Kementerian Pertanian RI | Seafast Center | GAPKI