
Tudingan Parlemen Eropa dan Dosa Kolonialis
Praktik perkebunan di Indonesia saat ini bukan praktik perkebunan masa kolonial Eropa yang menghisap darah dan keringat rakyat
Parlemen Eropa tanggal 4 April lalu menghujat minyak sawit sebagai sektor yang melakukan pelanggaran HAM, mempekerjakan anak-anak dan terlibat dalam praktik korupsi. Menghadapi fitnah yang demikian Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ibu Dr Siti Nurbaya melayangkan protes keras bahwa tudingan Parlemen Eropa tersebut selain tanpa bukti yang dapat dipertanggungjawabkan juga bentuk intervensi atas kedaulatan NKRI. Kita apresiasi dan dukung sepenuhnya protes keras yang disampaikan Menteri LHK tersebut.

Tuduhan bahwa perkebunan kelapa sawit mempekerjakan tenaga kerja anak-anak, mempertontonkan kebodohan, irasionalitas dan tidak tahu bagaimana pekerjaan di kebun sawit. Parlemen Eropa hanya didasarkan pada laporan LSM anti sawit yang sengaja direkayasa agar mendapatkan bayaran dari donaturnya di Eropa.
Pekerjaan pada kebun sawit seperti memanen TBS, mengangkut TBS, memupuk, dan lain, bukanlah pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh anak-anak. Sesuai peraturan tenaga kerja di Indonesia, untuk bekerja di kebun sawit haruslah tenaga kerja dewasa dan memiliki Kartu Tanda Penduduk, sehingga tidak mungkin diisi oleh anak-anak. Selain itu pekerjaan pemanenan TBS yang beratnya 20-30 kg per tandan, tidak mungkin dilakukan oleh anak-anak. Tenaga kerja pemanen memerlukan persyaratan khusus yakni tenaga kerja dewasa dan telah memperoleh pelatihan keterampilan khusus.
Demikian juga tuduhan pelanggaran HAM, juga tidak berdasar. Saat ini dengan era demokrasi dan transparansi di Indonesia, setiap orang memiliki akses yang mudah untuk mengadukan kepada penegak hukum jika hak-hak asasinya dilanggar. Faktanya juga, sampai saat ini belum pernah ada laporan pengaduan masyarakat atas pelanggaran HAM dari praktik perkebunan sawit.
Parlemen Eropa harus sadar bahwa praktik perkebunan di Indonesia sudah lama berubah dan bukan lagi pola yang dipraktikkan masa kolonial Eropa seperti tanam paksa, kerja rodi dan menginjak-injak HAM rakyat.
Parlemen Eropa yang merupakan parlemen negara-negara yang dibangun dengan darah dan keringat rakyat jajahan pada era kolonialisme itu, masih sanggup menuduh pelanggaran HAM yang tidak berdasar. Apakah Eropa sudah tak ingat lagi bagaimana mereka dahulu menginjak-injak hak-hak asasi dan hak hidup rakyat di kawasan Asia Tenggara dan Afrika, yang kini merupakan produsen minyak sawit?
Masyarakat Eropa masa kini tidak patut menuduh negara-negara eks jajahanya melakukan pelanggaran HAM. Seharusnya Eropa melalui Parlemennya harus minta maaf dan membayar dosa kolonialis yang telah menghisap darah dan keringat rakyat serta membuat negara-negara jajahannya penuh keterbelakangan termasuk Indonesia.
Source : Indonesiakita.or.id