web logo

SIARAN PERS
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI)

Refleksi Industri Industri Kelapa Sawit 2018 & Prospek 2019

Refleksi 2018

Sawitku Sayang, Sawitku Semakin Tertantang. Kiasan ini cukup tepat untuk mewakili perjalanan industri sawit Indonesia tahun 2018. Industri yang notabene menjadi mesin penghasil devisa terbesar Indonesia, menghadapi fluktuasi harga yang menurun, produksi yang melimpah dan berbagai tekanan negatif terhadap keberadaan industri kelapa sawit. Di tengah berbagai kesulitan yang dihadapi, industri sawit Indonesia tetap berjuang dan mengokohkan kuda-kudanya untuk bertahan serta semakin berkembang.

Tahun 2018, ekspor minyak sawit Indonesia secara keseluruhan (CPO dan produk turunannya, biodiesel dan oleochemical) membukukan kenaikan sebesar 8% atau dari 32,18 juta ton pada 2017 meningkat menjadi 34,71 juta ton di 2018. Peningkatan yang paling signifikan secara persentase dicatatkan oleh biodiesel Indonsia yaitu sebesar 851% atau dari 164 ribu ton pada 2017 meroket menjadi 1,56 juta ton di 2018. Peningkatan ekspor biodiesel disebabkan Indonesia memenangkan kasus tuduhan anti-dumping biodiesel oleh Uni Eropa di WTO. Peningkatan ekspor juga diikuti oleh produk turunan CPO (refined CPO dan lauric oil) sebesar 7% atau dari 23,89 juta ton pada 2017 meningkat menjadi 25,46 juta ton di 2018. Ekspor Olechmical juga mencatatkan kenaikan 16% (2017, 970 ribu ton; 2018, 1,12 juta ton). Sebaliknya untuk produk CPO membukukan penurunan sebesar 8% atau dari 7,16 juta ton pada 2017 menurun menjadi 6,56 juta ton di 2018. Penurunan ekspor CPO menunjukkan bahwa Industri hilir sawit Indonesia terus berkembang sehingga produk dengan nilai tambah/produk turunan lebih tinggi ekspornya dibandingkan dengan minyak mentah sawit (CPO).

Sementara itu harga rata-rata CPO tahun 2018 tercatat US$ 595,5 per metrik ton atau menurun 17% dibandingkan dengan harga rata-rata tahun 2017 yaitu US$ 714,3 per metrik ton. Penurunan harga yang cukup signifikan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain melimpahnya stok minyak nabati dunia termasuk minyak sawit di Indonesia dan Malaysia, perang dagang antara China dan Amerika Serikat, daya beli yang lemah karena perlambatan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara tujuan ekspor dan beberapa regulasi negara tujuan ekspor juga turut andil dalam penurunan harga. Rendahnya harga minyak sawit global ikut menggerus nilai devisa yang dihasilkan meskipun secara volume ekspor meningkat. Nilai sumbangan devisa minyak sawit Indonesia pada tahun 2018 diperkirakan mencapai 20,54 miliar dollar AS atau menurun 11% dibandingkan dengan nilai devisa tahun 2017 yang mencapai 22,97 miliar dollar AS.

Beralih kepada ekspor minyak sawit khusus CPO dan produk turunannya ke beberapa negara tujuan utama secara year on year terjadi peningkatan khususnya China, Bangladesh, Pakistan, negara-negara Afrika dan Amerika Serikat. Tahun 2018 China membukukan peningkatan impor mencapai 4,41 juta ton atau naik 18% dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 3,73 juta ton. Peningkatan impor diikuti Bangladesh 16%, negara-negara Afrika 13%, Pakistan 12% dan Amerika Serikat 3%. Di sisi berlawanan, penurunan impor minyak sawit Indonesia dibukukan oleh India 12% (2018 – 7,63 juta ton; 2017 – 6,71 juta ton), negara-negara Timur Tengah 9% (2018 – 1,94 juta ton; 2017 – 2,12 juta ton) dan Uni Eropa 5% (2018 – 4,78 juta ton; 2017 – 5,03 juta ton).

Penyebab turunnya impor India di 2018 sebagai akibat dari kebijakan pemerintah India yang menaikan bea masuk impor CPO 44% dan refined products 54% yang mulai berlaku sejak 1 Maret 2018. Pemberlakuan regulasi ini telah menyebabkan impor minyak sawit India menurun tajam, khususnya di bulan April dan Mei. Keadaan mulai membaik setelah India mengalami perselisihan dagang dengan Amerika Serikat yang berujung pada India melaporkan kasus perselisihan dagang ke WTO dan menaikkan tarif bea masuk kedelai.

Beralih ke program biodiesel mandatori B20, kami mengapresiasi pemerintah yang mengambil langkah tepat dengan memberlakukan perluasan mandatori B20 kepada Non-PSO. Program ini cukup mendukung dalam penyerapan CPO di dalam negeri yang melimpah. Tahun 2018 penyerapan biodiesel di dalam negeri melalui program mandatori B20 mencapai 3,8 juta ton atau naik 72% dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya mampu mencapai 2,22 juta ton. Kinerja penyerapan biodiesel ini menunjukkan bahwa program mandatori B20 berjalan dengan konsisten.

Sepanjang tahun 2018, perusahaan perkebunan sawit terus berbenah diri dan bersiaga dalam menjaga terjadinya kebakaran lahan. Hampir tidak ada kasus kebakaran di perkebunan kepala sawit. GAPKI dan perusahaan anggotanya terus meningkatkan upaya mencegah terjadi kebakaran lahan dan hutan (karlahut) di sekitar konsesi dengan pembentukan Desa Siaga Api di berbagai daerah dengan berbagai nama. Pelatihan antisipasi dan mitigasi karlahut juga dilaksanakan di berbagai daerah. Kegiatan ini akan terus ditingkatkan dan dilanjutkan untuk ke depannya.

Di tahun 2018 sejumlah tantangan dalam dan luar negeri yang dihadapi industri sawit nasional adalah sebagai berikut:

  1. Masih ada “ancaman” ketidakpastian hukum dalam keberlanjutan perkembangan industri sawit, antara lain karena regulasi yang kurang berpihak maupun “conflicting regulation.”
  2. Kondisi pasar global komoditi.
  3. Hambatan perdagangan di sejumlah kawasan/negara tujuan ekspor.
  4. Tekanan kampanye negatif yang makin gencar dan mengancam citra industri sawit.
  5. Penguatan pasar domestik dan implementasi kebijakan biodiesel yang belum memuaskan.

Prospek Tahun 2019

Pelaku usaha industri minyak sawit Indonesia khususnya GAPKI tetap optimis pada tahun 2019 industri sawit Indonesia tetap memiliki prospek yang baik. Hal ini didukung dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin membaik.

Sesuai dengan kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan investasi, meningkatkan ekspor khususnya ke pasar non tradisional, meningkatkan produktivitas nasional dan pengurangan kemiskinan serta kesenjangan ekonomi maka program kerja 2019 akan difokuskan pada :

  1. Terus melakukan perbaikan iklim usaha dalam negeri melalui advokasi sinkronisasi kebijakan dan regulasi Pemerintah.
  2. Terus melakukan advokasi atas berbagai regulasi di daerah.
  3. Mendorong percepatan implementasi Sustainability/ISPO.
  4. Mendorong peningkatan/pengembangan ekspor dan penanganan berbagai hambatan perdagangan di pasar global.
  5. Memperluas kampanye positif sawit, baik di dalam negeri maupun di berbagai negara tujuan ekspor utama.
  6. Mendorong dan ikut menyukseskan program Replanting atau peremajaan sawit rakyat (PSR) yang dicanangkan oleh pemerintah dengan mendorong para anggota melakukan replanting serta turut aktif membina petani swadaya melakukan PSR.

Dengan memperhatikan berbagai tantangan yg dihadapi pada tahun 2018 serta berbagai langkah yang telah dan dilakukan, ke depan khususnya implementasi B20 dan ada kemungkinan akselerasi B30 di 2019 maka GAPKI optimis tahun 2019 industri kelapa sawit akan lebih baik dari tahun 2018.

Jakarta, 6 Februari 2019
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI)

Informasi lebih lanjut, hubungi:

Ir. Mukti Sardjono, M.Sc
Direktur Eksekutif GAPKI
Tel. 021-57943871, Fax. 021-57943872



Halaman dilihat : 193
EnglishIndonesia