Tanpa Minyak Sawit, Neraca Perdagangan Indonesia Selalu Defisit

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menjamin ketersediaan stok minyak sawit atau CPO untuk bahan baku minyak goreng.

Berdasarkan data Dirjenbun, pertumbuhan luasan kebun rakyat pasca moratorium (2015-2019) adalah 8.2 %/tahun, sementara kebun perusahaan tumbuh 8,7 %/tahun. Saat ini (2020), luas areal kebun rakyat mencapai 6,084 juta Ha (41,01%).

Mukti Sardjono, Direktur Eksekutif GAPKI, mengatakan bahwa peranan sawit sangatlah penting dalam perdagangan ekspor. Ekspor sawit dan produk turunannya mencapai US$35,5 miliar sepanjang 2021 yang menempatkannya sebagai penghasil devisa. Begitu pula dari segi penerimaan negara dari pajak (PE, BK,PPN, PPH, PBB dll).

Tanpa minyak sawit, neraca perdagangan Indonesia hampir selalu defisit. ”Jika tidak ada sawit akan berdampak kepada perdagangan ekspor,” jelasnya.

Konsumsi dalam negeri 36% dari produksi (2021). Mukti menjelaskan bahwa penggunaan minyak goreng rerata 8 juta ton setiap tahun. Yang menarik, tren oleokimia terus meningkat seiring kebutuhan farmasi dan produk kebersihan tubuh,  dan sekitar 40% untuk biodiesel. Lalu sisanya diekspor di mana ekspor crude PO & PKO relatif kecil. Sebagian besar produk ekspor adalah sudah diolah.

Mukti mengatakan Sekitar 70 persen produksi minyak kelapa sawit diekspor keberbagai negara. Namun, dalam 2 tahun terakhir ekspor tersebut mulai menurun. Kemungkinan ekspor minyak kelapa sawit akan berada di kisaran 65 persen dari total produksi.

“Kemungkinan tinggal 65 persen ekspor. Memang ekspor kita sebagian besar produk olahan baik itu dalam bentuk biodiesel, oil kimia, Processing CPO-nya dan CPO,” ujarnya.

Saat ini, terdapat 10 negara tujuan ekspor kelapa sawit Indonesia, yang terbesar adalah ke China, disusul ke India, Pakistan, Malaysia, Netherland, Amerika, Spanyol, Italia, Bangladesh dan Mesir.

Pasar ekspor sawit terbesar adalah India, Tiongkok, dan Uni Eropa. Khusus Uni Eropa, kebutuhan rerata 4 juta ton. Walaupun sawit dihambat di Eropa tetapi mereka tetap butuhkan sawit.

“Apa lagi terjadi konflik antara Rusia dengan Ukraina yang akan berdampak kepada suplai minyak nabati. Dapat dipastikan kebutuhan minyak nabati negara-negara di Eropa akan terganggu,” ujarnya.

Mukti menjelaskan bahwa harga CPO di pasar global terus mengalami kenaikan. Ini terjadi karena harga minyak nabati lainnya juga mengalami kenaikan. Seperti minyak kedelai, minyak matahari. Jika dilihat dari rantai pasok industri, minyak sawit ini merupakan bagian dari minyak nabati global tersebut. Sehingga, harganya akan saling beriringan.

Tantangan sawit terjadi berkaitan kampanye negatif khususnya food labelling. Mukti mengatakan label bebas sawit juga ditemukan di dalam negeri. Sebagai contoh, Rellas Kitchen (restoran dan produsen biscuit rumahan) telah memproduksi snack Original Cheese Sticks dan Palm Oil Free yang dijual di Kem Chick dan Trans Mart Cilandak pada Agustus 2019. Restoran Tratoria Canggudi Kuta Utara, Bali, mencantumkan dalam menu makanannya Palm Oil Free. Begitu pula Cokelat Monggo Company Profile pernah mencantumkan: palm oil which is responsible for LARGE-SCALEFOREST CONVERSTION. Besides, palm oil is NOT HEALTHY due to high amounts.

Mukti Sardjono mengatakan penyediaan bahan baku CPO untuk berbagai kebutuhan dalam negeri termasuk minyak goreng sangat mencukupi. Dalam hal ini, GAPKI mendukung untuk berkembangnya sektor UKMK berbahan baku sawit.

Update Kinerja Industri Sawit

Produksi CPO bulan Januari 2022 diperkirakan sekitar 3,863 juta ton atau sekitar 3% lebih rendah dari pada produksi Desember 2021 sedangkan produksi PKO sekitar 365 ribu ton atau sekitar 3,9% lebih rendah dari pada produksi Desember 2021. Turunnya produksi di bulan Januari 2022 merupakan pola musiman, namun penurunan produksi CPO dari Desember 2021 ke Januari 2022 yang sebesar 3% jauh lebih rendah dari penurunan musiman tahun lalu Desember 2020 ke Januari 2021 yang mencapai 7%.

Impor produk minyak sawit Januari 2022 adalah 5,1 ribu ton yang berasal dari Malaysia, 4,8 ribu ton dalam bentuk oleokimia dan 316 ton dalam bentuk PFAD. Dengan stok akhir Desember sebesar 4,129 juta ton, maka tersedia pasokan sebesar 8,363 juta ton.

Disamping itu, terdapat impor “soft oil” berjumlah 5,5 ribu ton sebagian besar berasal dari Malaysia (2,3 ribu ton) dan dari Thailand (1,5 ribu ton) berupa minyak kedelai 3,3 ribu ton, produk minyak biji bunga matahari 0,5 ribu ton dan soft oil lainnya 1,7 ribu ton.

Total konsumsi minyak sawit dalam negeri Januari 2022 adalah sebesar 1,506 juta ton atau 160 ribu ton lebih rendah dari konsumsi Desember 2021 sebesar 1,666 juta ton atau turun 9,6%. Konsumsi terbesar adalah untuk biodiesel sebesar 732 ribu ton, diikuti untuk industri pangan sebesar 591 ribu ton dan untuk oleokimia 183 ribu ton. Konsumsi minyak sawit untuk biodiesel yang melampaui untuk pangan telah terjadi sejak November 2021.

Sumber: Sawitindonesia.com | GAPKI Pastikan Kebutuhan Domestik Sawit Tercukupi | Ilustrasi gambar melalui okezone.com



Halaman dilihat : 1384
EnglishIndonesia