
Flush Out! Bikin Harga CPO Jadi Ambrol.. Tapi?..
Jakarta – Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) ambrol pekan ini, bahkan hingga menyentuh level terlemah dalam dua bulan terakhir. Indonesia menjadi penyebab kemerosotan tersebut.
Melansir data Refinitiv, harga CPO di bursa derivatif Malaysia ambrol hingga 8,26% pada pekan ini ke 5.920 ringgit per ton. Semua kemerosotan tersebut terjadi dalam dua perdagangan terakhir.
Pada Jumat CPO ambrol 4,67%, menyusul jeblok 4% di hari sebelumnya. Meski demikian, sepanjang tahun ini kenaikan harga CPO masih lebih dari 26%, dan dua kali lipat ketimbang harga sebelum pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19). Sehingga CPO masih menjadi salah satu komoditas penyumbang devisa terbesar.
“Flush Out” yang akan diterapkan Indonesia menjadi pemicu jebloknya minyak nabati ini. Flush out atau program percepatan penyaluran ekspor, di mana pemerintah akan memberikan kesempatan kepada eksportir CPO yang tidak tergabung dalam program Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH) dapat melakukan ekspor.
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan akan ada biaya tambahan yang dikenakan bagi eksportir sebesar US$ 200 per ton.
“Namun dengan syarat membayar biaya tambahan sebesar US$ 200 per ton kepada pemerintah. Biaya ini di luar pungutan ekspor dan bea keluar yang berlaku,” kata Luhut saat Konferensi Pers usai memberikan arahan di Business Matching Program Minyak Goreng Curah Rakyat (MGCR), Bali, Jumat (10/6/2022).
Dengan demikian, eksportir yang tidak ikut program Minyak Curah Rakyat berbasis wajib pemenuhan domestik (domestic price obligation/DMO) harus membayar 3 tarif sekaligus. Yaitu, bea keluar (BK) ekspor, pungutan ekspor BPDPKS, dan tambahan US$ 200.
Dengan kebijakan flush out tersebut, para produsen CPO tentunya lebih banyak mengekspor. Tetapi di sisi lain, CPO Indonesia akan kembali membanjiri pasar, supply bertambah dan harganya menjadi menurun. Apalagi, China yang merupakan konsumen terbesar minyak nabati kembali menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown).
Per 1 Juni lalu, pemerintah China memang sudah membuka ‘gembok’ di sejumlah wilayah, lockdown resmi dicabut.
Namun dalam hitungan hari, lockdown datang lagi. Distrik Minhang di Shanghai kembali ‘dikunci’ karena kenaikan kasus positif harian Covid-19.
China memiliki kebijakan zero Covid-19, begitu terjadi kenaikan kasus di suatu wilayah maka akan langsung di-lockdown. Hal tersebut bisa membuat permintaan CPO menurun.
Belum lagi melihat proyeksi pertumbuhan ekonomi China yang dipangkas cukup tajam.
Bank Dunia dalam laporannya Global Economic Prospects memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun ini menjadi 2,9%. Pertumbuhan tersebut jauh lebih rendah ketimbang yang diberikan pada Januari lalu sebesar 4,1%. Untuk China, proyeksi PDB 2022 dipangkas sebesar 0,8% menjadi 4,3%. TIM RISET CNBC INDONESIA
Sumber: cnbcindonesia.com | Ilustrasi gambar melalui suara.com