Uni Eropa Salah Langkah Tentang Sawit, Kanada Jangan Ikut-ikutan..

OPINI: Kanada Jangan Ikut Langkah Salah UE Tentang Sawit

Uni Eropa (UE) bersiap untuk mendorong tingkat deforestasi yang jauh lebih tinggi dan sekaligus mendongkrak naik harga-harga makanan dan melemahkan investasi di Eropa.

UE telah mendeklarasikan perang terhadap minyak sawit –minyak yang diperoleh dari pohon sawit, yang harus ditebang untuk mengekstraknya. Beberapa usulan baru menyarankan agar UE siap untuk memaksa minyak sawit yang tidak berbahaya itu keluar dari pasar Eropa. Barangkali yang terpenting adalah arahan energy terbarukan II (Renewable Energy Directive II – RED II) yang akan meniadakan impor minyak sawit untuk penggunaan biofuel secara bertahap sampai tahun 2030.

Disamping penggunaannya sebagai bahan bakar, minyak sawit juga digunakan untuk memproduksi berbagai macam produk makanan dan produk-produk untuk keperluan mandi dan perawatan pribadi. Bersama dengan minyak nabati lainnya, minyak sawit merupakan suatu bahan dalam ribuan produk yang mengisi rak-rak supermarket kita dan sampai belakangan ini terlepas dari pengamatan.

Motivasi UE untuk menyerang minyak sawit adalah soal lingkungan. Mengikuti kesepakatan dalam konferensi perubahan iklim  COP26 tahun lalu untuk meniadakan dan membalik tren deforestasi pada akhir dasawarsa ini — suatu tugas yang sudah jauh melewati jadwal — para birokrat dan regulator merasakan adanya tekanan untuk bertindak. Minyak sawitlah pilihan mereka sebagai kambing hitam.

Di mata banyak orang, khususnya kelompok kiri, minyak sawit telah diposisikan dengan nyaman untuk memikul kesalahan deforestasi tersebut.

Pernyataan-pernyataan menuduh yang tidak jelas tentang kerusakan hutan tropis telah disampaikan dan menggemakan persetujuan para intervensionis bahwa industry minyak sawit harus merasakan kekuatan penuh itu.

Namun walau mereka dan Brussels membuatmu yakin, bahkan menghapuskan industry minyak sawit besok tidak akan mendekatkan kita pada penghentian deforestasi. Sudah 90 persen minyak sawit yang diimpor ke Eropa mendapatkan sertifikasi berkelanjutan (sustainable) dan akan semakin meningkat lagi karena industri itu terus mencari cara untuk mengurangi dampak terhadap alam berkat insentif pasar yang kuat untuk tetap hijau.

Menurut analisa dari kelompok analisa resiko Chain Reaction Research, deforestasi akibat sawit telah berkurang ke tingkat terendah sejak 2017 berdasarkan pengamatan terhadap negara pengekspor utama minyak sawit seperti Indonesia, Malaysia dan Papua Nugini.

Kalau dibandingkan dengan komoditi-komoditi lain seperti kertas, kedelai, daging sapi, dan kulit, kesimpulan dari kelompok riset nirlaba independen Global Canopy adalah bahwa industri kelapa sawit berkinerja sangat gemilang dalam hal menjalankan komitmen sustainability di sepanjang rantai pasok.

Jadi 72 persen produsen minyak sawit telah menjalankan komitmen seperti itu, suatu angka yang jauh lebih tinggi daripada industri-industri lain yang beresiko tinggi.

Bahkan jika keinginan untuk membuat kemajuan sustainability yang lebih jauh dalam produksi minyak sawit menghilang dalam semalam — yang tampaknya sangat tidak mungkin mengingat kecenderungan belakangan ini — pendekatan agressif UE untuk mengatur produk tersebut tetap tidak masuk akal. Pemakaian minyak sawit yang meluas telah menghilangkan kebutuhan untuk menggunakan produk-produk minyak nabati lain, yang hampir semuanya berdampak lebih buruk terhadap bumi.

Pengganti minyak sawit yang mungkin termasuk bunga matahari, kanola, dan zaitun. Tapi para peneliti telah menemukan bahwa peralihan dari minyak sawit akan pasti meningkatkan deforestasi. Produksi minyak nabati lainnya jauh kurang efisien dalam penggunaan lahan karena membutuhkan antara 06 dan 10 kali lebih luas lahan untuk menghasilkan volume minyak yang sama dan karena itu mengakibatkan lebih banyak lagi deforestasi.

Kenyataan sekarang ini, minyak sawit memenuhi 40 persen kebutuhan minyak nabati dunia, tapi menempati lahan hanya 06 persen dari total lahan yang digunakan untuk produksi semua minyak nabati dunia. Karena itu membatasi impor minyak sawit hanya akan mengakibatkan kerusakan dan melupakan kepentingan jangka panjang.

Saat dunia menghadapi krisis karena  naiknya inflasi dan biaya kehidupan, memaksa minyak nabati yang hemat lahan dan sudah dipakai luas hanya akan mempercepat semakin meningkatnya harga-harga makanan. Ketika biaya energy membubung naik dan jutaan keluarga di seluruh dunia berjuang untuk mencukupkan kebutuhan mereka, menggembungkan secara artifisial harga makanan dengan mengintervensi pasar minyak nabati, seperti yang tampaknya ingin dilakukan UE, adalah sangat tidak bijaksana.

Eropa memberikan contoh yang tepat bagi Kanada tentang apa yang tidak boleh dilakukan untuk mencegah deforestasi. Dengan membuat serangan terhadap minyak sawit sebagai strategi utama, UE bersiap untuk mendorong deforestasi ke tingkat yang jauh lebih tinggi, dengan sambil mendongkrak naik harga-harga makanan dan melemahkan investasi di Eropa. Daripada mengikuti langkah UE yang salah, Kanada akan berkinerja baik dengan memanfaatkan kesempatan yang tercipta dari kesalahan Eropa dan mengisi kekosongan pasar minyak sawit yang sudah membayang dengan memelihara hubungan baik dengan para produsen dan meningkatkan stok. Jason Reed (*)

 (*) Jason Reed adalah penulis dan penyiar tentang politik dan kebijakan yang berbasis di Inggris untuk berbagai media.

Source: financialpost.com | Ilustrasi gambar melalui okezone.com



Halaman dilihat : 660
EnglishIndonesia