
Energi Masa Depan! Bioethanol, Bensin Ramah Lingkungan Dari SAWIT..
bioetanol kelapa sawit ini yang merupakan dari limbah sawit dapat mengurangi potensi trade-off food-fuel yang bisa terjadi akibat kompetisi memperebutkan minyak sawit sebagai bahan baku untuk produk pangan dan sumber energi
Tidak dapat dipungkiri lagi bahan bakar minyak (BBM) menjadi kebutuhan pokok seluruh masyarakat di dunia. Seiring dengan gaya hidup manusia yang semakin mobile, menyebabkan kebutuhan BBM untuk sektor transportasi juga terus mengalami peningkatan. Bensin/gasoline adalah salah satu jenis BBM yang banyak digunakan pada kendaraan motor dan sebagian besar mobil. Konsumsi bensin Indonesia tahun 2018 mencapai 34.15 juta kiloliter dan menurut data Kementerian ESDM diperkirakan akan mengalami peningkatan menjadi 40 juta kiloliter tahun 2020 dan 43.15 juta kiloliter tahun 2025.
BBM Fosil Yang Tidak Ramah Lingkungan Dan Kantong
Sementara itu, ketersediaan energi fosil (bahan baku bensin) di Indonesia semakin menipis. Bahkan Pertamina sudah memprediksi bahwa cadangan minyak Pertamina hanya mampu bertahan sembilan tahun lagi, jika tidak ada eksplorasi baru. Hal ini akan menyebabkan semakin besar beban devisa impor yang digunakan untuk mengimpor minyak fosil untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar bagi kendaraan. Implikasinya adalah neraca perdagangan Indonesia yang semakin tidak sehat karena besarnya defisit dan lebih lanjut lagi akan menyebabkan permasalahan makro ekonomi lainnya.
Selain menyebabkan devisa terkuras dan menyulut permasalahan ekonomi lainnya, tingginya ketergantungan Indonesia terhadap bensin atau BBM fosil lainnya adalah peningkatan kontribusi emisi CO2. Padahal Indonesia termasuk salah satu negara yang meratifikasi Paris Agreement dan Nationally Determined Contribution (NDC) dalam rangka mengurangi emisi karbon.
Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dikembangkan bahan bakar nabati sebagai alternatif energi fosil yang rendah emisi, terbarukan dan berbasis sumberdaya lokal sebagai upaya mengurangi ketergantungan impor dan menciptakan ketahanan energi nasional. Salah satu bahan bakar nabati yang dimaksud adalah bioetanol yang digunakan untuk mensubstitusi bensin/gasoline.
Apa Itu Bioetanol ?
Bioetanol adalah etanol (etil alkohol) yang proses produksinya menggunakan bahan baku alami dan proses biologi yakni melalui proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme. Karakteristik senyawa tersebut adalah karakteristik mudah menguap, mudah terbakar, larut dalam air, tidak karsinogenik, dan tidak berdampak negatif pada lingkungan, bahkan memiliki kemampuan untuk menurunkan emisi CO2 hingga 18%.
Jejak Bioetanol Di Dunia
Pada tahun 2019, Amerika Serikat dan Brazil adalah dua negara produsen bioetanol terbesar di dunia dengan volume produksinya masing-masing sebesar 15.78 miliar galon dan 8.57 miliar galon. Jika bioetanol Amerika Serikat berbasis jagung, sementara Brazil menggunakan tebu sebagai bahan baku bioetanolnya. Brazil telah fokus dan serius memproduksi bioetanol sebagai pengganti bensin sejak terjadinya krisis minyak di era tahun 1970-an dan hingga kini Brazil mengimplementasikan mandatori bioetanol dari tebu telah mensubstitusi sebanyak 27 persen (E27). Negara tetangga Indonesia, Thailand juga sukses mengembangkan program bioetanol berbasis singkong.
Mengikuti jejak keberhasilan negara-negara lain dalam memproduksi senyawa tersebut, Pemerintah Indonesia juga mulai mencanangkan pengembangan bioetanol sejak tahun 2006. Komitmen nyata dari pemerintah Indonesia juga ditunjukkan oleh adanya target implementasi bioetanol, merujuk pada Permen ESDM 12/2015, target pemanfaatan senyawa tersebut pada tahun 2025 sebesar 20 persen dan meningkat menjadi 50 persen di tahun 2050.
Melihat Bioetanol Di Indonesia
Bioetanol yang dikembangkan di Indonesia berasal dari tebu dan air aren yang menghasilkan gula (glukosa), serta dari pati (starch) yang berasal dari singkong dan jagung. Selain dari glukosa (gula) dan pati (starch), senyawa tersebut juga dapat dihasilkan dari selulosa yang merupakan senyawa organik pembentuk dinding tanaman dan kayu yang banyak ditemukan dan harganya relatif murah. Potensi selulosa banyak terkandung dalam biomassa sawit seperti batang dan tandan kosong.
Bioetanol Kelapa Sawit
Batang sawit dapat dijadikan sumber bahan baku bioetanol karena mengandung pati dan selulosa dengan kandungan selulosa yang cukup tinggi mencapai 86.03 persen. Dengan melalui proses hidrolisis yakni merubah struktur selulosa menjadi glukosa yang dapat ditempuh dengan menggunakan penambahan asam yang dilarutkan pada suhu dan tekanan tinggi. Penelitian Winarni et al. (2016) menunjukkan penambahan surfaktan pada proses hidrolisis batang sawit akan meningkatkan kadar gula pereduksi dan kadar etanol.
Senyawa tersebut juga dapat diproduksi dengan memanfaatkan biomassa sawit lainnya tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Dalam penelitian Syafina et al. (2002) menyatakan bahwa tandan kosong kelapa sawit mengandung selulosa yang cukup tinggi yakni 41.3-46.5 persen, hemiselulosa sebesar 25.3-33.8 persen, dan lignin 27.6- 32.5 persen. Kandungan selulosa dan hemiselulosa dalam TKKS berpotensi dapat digunakan sebagai sumber gula pereduksi melalui proses kimiawi atau enzimatis dan selanjutnya difermentasikan menjadi bioetanol kelapa sawit.
Penelitian Bioetanol Kelapa Sawit
Penelitian Devitria dan Fatmi (2018) menyebutkan bahwa produksi senyawa tersebut berbahan baku TKKS dilakukan melalui tiga tahapan proses yaitu hidrolisis, fermentasi dan destilasi. Pada proses fermentasi menggunakan bantuan mikroba dan jenis mikroba yang biasa digunakan untuk menghasilkan senyawa tersebut diantara Saccharomyces cerevisiae dan Zymomonas mobilis. Namun, dalam penelitian ini produksi bioetanol berbasis TKKS menggunakan bakteri yang diisolasi dari tanah gambut Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu Riau.
Penelitian Badger (2002) yang menyatakan bahwa satu ton bahan yang mengandung 45 persen selulosa mampu menghasilkan 151 liter bioetanol. Satu PKS dengan kapasitas 60 ton/jam dengan jam operasi 20 jam/hari dapat menghasilkan limbah sekitar 300 ton/hari atau sekitar 90.000 ton/tahun. Sehingga potensi etanol yang dapat dihasilkan sebesar 45.300 liter/hari atau sekitar 13.95 juta liter/tahun.
Uraian diatas kembali menunjukkan sejuta potensi yang dihasilkan oleh sawit khususnya di bidang energi. Tidak hanya minyak sebagai main product-nya yang dapat menghasilkan renewable energy yang rendah emisi yaitu biodiesel, namun biomassa yang sebenarnya merupakan limbah juga dapat dimanfaatkan sebagai bioetanol pengganti bensin fosil. Bahkan pengembangan bioetanol dari biomassa sawit ini terjamin lebih ramah lingkungan dan lebih sustainable.
Keunggulan Dari Bioetanol Kelapa Sawit
Keunggulan lainnya dari bioetanol berbasis biomassa sawit ini yang merupakan limbah sawit adalah dapat mengurangi potensi trade-off food-fuel yang bisa terjadi akibat kompetisi memperebutkan minyak sawit sebagai bahan baku untuk produk pangan dan sumber energi. Penggunaan biomassa sawit sebagai feedstock bioetanol juga mengurangi trade off food-fuel yang mungkin saja bisa terjadi jika menggunakan feedstock lainnya seperti tebu, singkong atau jagung, dimana produk pertanian tersebut banyak digunakan untuk produk pangan.
Jadi, sudah siapkah kamu mendukung bioetanol kelapa sawit?