
Plastik Dari Sawit.. Bioplastik Yang Ramah Lingkungan
Tidak diragukan lagi, plastik sudah menjadi bagian penting yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Dengan sifatnya yang lentur, awet, serbaguna dan harganya yang murah menjadikan penggunaan plastik terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat dan industri. Lebih dari 40% penggunaan plastik digunakan untuk keperluan pengemasan dan sisanya digunakan sebagai aplikasi bangunan dan konstruksi, tekstil, produk furniture dan lainnya.
Namun dibalik besarnya peran plastik dalam kehidupan manusia, plastik juga menjadi polutan yang berbahaya bagi ekosistem dan kesehatan manusia. Plastik terbuat dari penyulingan gas dan minyak yang bukan tergolong sebagai senyawa biologis, menjadikan plastik memiliki sifat sangat sulit terurai/terdegradasi (non-biodegradable).
Plastik Jadul Adalah Plastik Yang Menghancurkan Masa Depan Kita
Plastik diperkirakan membutuhkan waktu 100 hingga 500 tahun untuk dapat terurai dengan sempurna. Lamanya waktu dibutuhkan oleh plastik untuk terurai, mengakibatkan sampah plastik akan mencemari tanah, sungai, laut bahkan udara.
Bahkan diperkirakan pada tahun 2050 akan lebih banyak sampah plastik di laut dibandingkan dengan ikan. Dampaknya akan mengancam kelangsungan hidup biota laut karena dapat melukai dan bisa termakan oleh hewan seperti ikan, paus dan penyu. Pembakaran sampah plastik juga dapat mencemari tanah dan menjadi sumber emisi karbon yang mencemari udara.
Selain itu, sampah plastik ini juga berpotensi terbelah menjadi partikel kecil atau yang disebut dengan mikroplastik dengan ukuran sebesar 0.3-0.5 milimeter yang berpeluang masuk ke dalam tubuh makhluk hidup termasuk manusia dan bisa berdampak menyebabkan berbagai macam penyakit seperti kanker, stroke dan penyakit pernapasan.
Masyarakat Indonesia, Salah Satu Pelaku Pencemaran Lingkungan
Indonesia juga mendapat julukan sebagai negara penghasil sampah plastik di laut terbesar kedua di dunia, setelah China. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia menggalakkan program pelarangan penggunaan kemasan plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan dan toko swalayan di beberapa daerah sebagai upaya untuk mengurangi masalah sampah plastik. Namun, program tersebut dinilai bukan menjadi solusi atas permasalahan sampah plastik. Pasalnya, berdasarkan data BPS sampah plastik di Indonesia menembus angka 64 juta ton/tahun.
Terlebih saat ini sedang marak diperbincangkan tentang penggunaan kemasan galon sekali pakai yang dinilai akan memunculkan masalah baru yakni semakin menumpuknya sampah plastik di Indonesia. Oleh karena itu, perlu dicarikan jalan keluar yang lebih solutif dalam rangka pengurangan penggunaan plastik sehingga sampah plastik juga akan berkurang.
Penelitian Bioplastik Sawit Yang Sudah Dilakukan
Alternatif solusi dari permasalahan sampah plastik tersebut salah satunya dengan mengganti plastik konvensional ke biodegradable plastic atau bioplastik. Bioplastik merupakan plastik ramah lingkungan yang secara alamiah dapat dengan mudah terdegradasi sehingga setelah habis dipakai dan dibuang akan hancur terurai oleh mikroorganisme tanpa meninggalkan zat beracun.
Salah satu bahan organik yang dapat digunakan untuk pembuatan bioplastik sawit adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Biomassa sawit tersebut yang banyak mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin sehingga potensial dan cocok sebagai bahan baku dalam pembuatan bioplastik sawit. Salah satu senyawa kimia yang dapat dihasilkan dari selulosa TKKS adalah asam laktat yang menjadi bahan baku utama dalam pembuatan polimer biodegradable berupa poli asam laktat (PLA). Polimer tersebut dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti polimer konvensional seperti Polyethylene (PE), Polypropylene (PP), Polyethylene terephthalate (PET), maupun polystyrene (PS).
Berdasarkan riset LIPI, PLA dari TKKS yang kaya akan selulosa dan hemiselulosa sebagai sumber glukosa yang berpotensi besar untuk dikonversikan menjadi asam laktat melalui proses fermentasi oleh bakteri dan kemudian asam laktat tersebut dipolimerisasi menjadi PLA. Tidak hanya dari biomassa TKKS, PLA juga dapat diperoleh dari gliserin sebagai joint product biodiesel sawit.
Penelitian IPB terbaru juga menghasilkan bioplastik sawit ramah lingkungan berbasis biomassa TKKS melalui penerapan nanoteknologi pada selulosa. Penerapan teknologi tersebut dapat meningkatkan karakteristik mekanik polimer bioplastik sawit sehingga dapat menghasilkan produk bioplastik sawit dengan kualitas yang lebih baik daripada produk sejenis di pasaran.
Jenis-Jenis Bioplastik Sawit
Poly-3-hydroxybutyrate (P3HB) yang merupakan salah satu jenis bioplastik sawit yang bersifat biodegradable terakumulasi dalam sel bakteri saat bakteri mengalami kelebihan sumber karbon. Produk tersebut dapat dihasilkan oleh isolat bakteri Bacillus sp.TG pada minyak sawit yang kaya akan karbon.
Jenis bioplastik lainnya yaitu Polihidroksialkanoat (PHA) yang merupakan hasil sintesis beragam bakteri dari substrat termasuk gula dan asam lemak, yang juga berpeluang menjadi substitusi plastik bahan kemasan. Biomassa/limbah padat berupa TKKS dan batang sawit serta limbah cair PKS (POME) dapat dijadikan sebagai bahan baku potensial untuk produksi PHA karena kandungan selulosa pada biomassa sawit yang tinggi yang dapat dijadikan sebagai gula pereduksi dan juga kandungan asam lemak pada POME.
Dengan demikian, Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan kebun sawit terluas di dunia menyimpan potensi minyak sawit, biomassa (TKKS dan batang sawit) dan POME yang sangat besar untuk bisa dijadikan sebagai bahan baku produk bioplastik. Produk bioplastik berbasis sawit ini memiliki keunggulan dibandingkan plastik fosil karena dapat dengan mudah terurai secara alamiah (biodegradable) sehingga tidak mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia.
Bioplastik Sawit Akan Menjadi Pahlawan Lingkungan Dan Devisa Indonesia
Selain menjadi solusi pencemaran lingkungan dan mengancam kesehatan manusia, produk bioplastik sawit yang dikembangkan dari sumber daya alam dengan ketersediaan yang melimpah di Indonesia juga menjadi solusi atas besarnya devisa yang dikorbankan Indonesia untuk mengimpor petrokimia sebagai bahan baku yang digunakan untuk memproduksi plastik.
Dari biomas dan minyak sawit dapat menjadi bahan baku bioplastik.Berbagai Universitas dan lembaga riset telah banyak meneliti bioplastik berbasis sawit ini. Jika pemerintah serius mendukung start-up industri bioplastik berbasis sawit ini, tidak perlu waktu lama Indonesia sudah dapat menggunakan bioplastik sebagai pengganti plastik kotor tersebut diatas. Hanya dari biomas sawit mampu menghasilkan 6 juta ton bioplastik setiap tahun !
Bioplastik berbasis sawit memiliki keunggulan dibandingkan plastik kotor dari bahan kimia minyak bumi, yaitu
- Bioplastik dapat terurai secara alamiah (biodegradable) sehingga tidak mengotori lingkungan.
- Terbuat dari bahan organik, tidak bersifat racun atau mengganggu kesehatan.
- Bioplastik berbasis sawit yang semuanya dihasilkan dari dalam negeri akan menghemat devisa impor plastik sekitar 7 miliar dollar.
- Kesempatan Indonesia menjadi salah satu eksportir biji bioplastik dunia.
Data Trademap menunjukkan bahwa nilai impor petro plastik (HS 3901-3914) tahun 2019 mencapai USD 5.78 miliar. Sehingga dengan diproduksinya bioplastik sawit oleh industri domestik dapat mengurangi impor bahan baku plastik dan negara akan menghemat devisa impor. Devisa impor tersebut juga dapat dialihkan menjadi subsidi industri domestik sehingga dapat menciptakan multiplier effect (penyerapan tenaga kerja, pendapatan, output) di dalam negeri yang lebih besar.
Realisasi Bioplastik Butuh Dukungan Penuh Dari Pemerintah
Sekarang, tinggal keseriusan Pemerintah untuk mendukung pengembangan industri bioplastik dalam negeri melalui dukungan kebijakan dan insentif pembiayaan. Ahli-ahli di Perguruan Tinggi Indonesia sudah banyak yang menekuni bioplastik berbasis sawit, sehingga dengan dukungan dari pemerintah tersebut dapat meningkatkan skala penelitian menjadi pilot project dan selanjutnya komersialisasi/industrialisasi. LSM lingkungan yang selama ini memberi perhatian pada kelestarian lingkungan juga diharapkan perlu untuk memberi dukungan pada pengembangan industri bioplastik berbasis sawit di dalam negeri.
Sumber: palmoilina.asia