
Tidak Benar : Sawit Melanggar HAM
Banyak cara dilakukan LSM untuk menghancurkan industri perkebunan sawit dan minyak kelapa sawit di Indonesia. Kampanye negatif tidak hanya dilakukan LSM dalam negeri tapi juga luar negeri karena banyak kepentingan yang bermain di dalamnya. Setelah kampanye isu lingkungan dan kelestarian alam, kini kampanye diarahkan pada isu pelanggaran HAM.

Dalam salah satu kampanye, LSM Transparansi untuk Keadilan (TUK) menuding ada 25 perusahaan besar yang menguasai perkebunan sawit di Indonesia. Selain itu, ada LSM lain yang menuding perluasan perkebunan sawit dikaitkan dengan kehidupan masyarakat di sekitar hutan yang terpinggirkan. Belum lagi isu kesehatan dan kelayakan hidup mereka.
Tapi, semua kampanye negatif ini tidak lain bertujuan untuk menghancurkan industri sawit itu sendiri dan membuat perekonomian Indonesia menurun. Dalam kondisi demikian, pihak asing akan masuk menguasai sektor-sektor strategis dengan dalih membangkitkan ekonomi Indonesia.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan masalah penguasaan lahan tidak sama sekali berhubungan dengan masalah HAM, melainkan prosedur hukum. Menurutnya, perusahaan yang memiliki lahan sudah memiliki aturan tersendiri. “Tidak ada hubungannya dengan HAM, karena aturan lahan untuk kepemilikan lahan sudah jelas,” kata Joko Supriyono.
Isu HAM yang dikaitkan dengan industri perkebunan sawit juga salah besar. Fakta menunjukkan perkebunan sawit di Indonesia sebagian besar dimiliki oleh rakyat. Selain perusahaan swasta, perusahaan negara (BUMN) juga memiliki perkebunan kelapa sawit.
Joko mengatakan struktur kepemilikan lahan sekitar 42% dimiliki oleh petani, sedangkan 58% itu dimiliki perusahaan negara maupun swasta. Joko mengungkapkan perusahaan besar kelapa sawit dibutuhkan karena memiliki sumber daya, teknologi dan modal yang kuat.
Menurut Joko, riset yang dilakukan seharusnya juga dilakukan secara menyeluruh dan melibatkan semua pemangku kepentingan sehingga tak melihat dari satu sisi tertentu saja. Terkait dengan lahan, paparnya, jalan yang bisa ditempuh terakhir adalah melalui jalur hukum.
“Prosedurnya adalah dialog bilateral untuk negoisasi, jika tak berhasil maka dilakukan mediasi oleh pemerintah,” katanya. “Namun jika ini gagal, maka yang bisa ditempuh adalah melalui jalur hukum.”
Dia menuturkan ekspansi perusahaan sawit berkaitan dengan penggunaan minyak nabati untuk kebutuhan pangan. Masalahnya, minyak nabati juga menjadi produk kompetisi dari produsen minyak serupa tetapi yang bukan berasal dari sawit.
Source : nasionalisme.co