Skip to content

Eropa Lagi-Lagi Mengancam Minyak Sawit !

Ancaman minyak sawit yang sedang dirancang Eropa tidak berdasar dan tidak adil serta hanya bentuk praktek buruk persaingan bisnis

Uni Eropa kembali merencanakan ancaman kepada minyak sawit Indonesia. Tanggal 9 Maret 2017 lalu, Parlemen Eropa pada tingkat Komite Lingkungan, Kesehatan Masyarakat dan Keamanan Pangan telah melakukan voting Kebijakan baru yakni menghentikan penggunaan minyak sawit untuk program biodiesel Eropa.

Eropa Lagi-Lagi Mengancam Minyak Sawit !

Alasannya berdasarkan laporan LSM dari Indonesia proses produksi minyak sawit penyebab deforestasi, degradasi habitat, melanggar hak asasi manusia, standar sosial yang tidak patut dan mempekerjakan tenaga kerja anak-anak. Usulan kebijakan tersebut ditingkat Komite sudah lolos dengan voting 56 setuju dan hanya satu orang tidak setuju. Pemberlakukan kebijakan tersebut  akan diputuskan dalam pleno Parlemen Eropa  3-6 April 2017.

Tuduhan-tuduhan yang tidak adil terhadap minyak sawit tersebut didasarkan dari laporan LSM anti sawit dari Indonesia yang memang mereka biayai untuk itu dan LSM anti sawit di Indonesia juga rajin “menjual” isu-isu tersebut dalam mengemis dana lingkungan dari Eropa.

Apakah benar dan adil tuduhan tersebut ? Mari kita diskusikan. Pertama, apakah deforestasi (konversi hutan menjadi non hutan) itu salah dan hanya terjadi di Indonesia? Deforestasi merupakan hal yang umum terjadi disetiap negara manapun di muka bumi. Semua daratan di permukaan bumi dulunya berupa hutan dan dengan makin banyaknya populasi penduduk dan pembangunan, kebutuhan lahan diperoleh dari konversi hutan. Deforestasi juga terjadi di kawasan sub tropis khsusnya Eropa dan Amerika. Studi Mathew (1983) sudah membuktikan bahwa deforestasi di kawasan tersebut sudah mencapai sekitar 653 juta hektar selama 1600-1980. Studi Eropean Commission (2013) juga mengungkap bahwa deforestasi dunia selama 1990-2008 adalah seluas 239 juta hektar dimana 64 persen terjadi di Amerika Selatan dan Afrika.

Kedua, Indonesia, deforestasi juga terjadi sama dengan di negara lain, jika tidak dilakukan deforestasi kita semua hidup di hutan. Berdasarkan data Statistik Kehutanan (2016) sampai tahun 2014, luas konversi hutan menjadi non hutan (untuk semua sektor) mencapai 99 juta hektar. Luas kebun sawit Indonesia tahun 2014 masih sekitar 10 juta hektar. Jika diasumsikan bahwa semua konversi kawasan hutan menjadi non hutan merupakan deforestasi, maka yang menjadi kebun sawit hanya 10 persen. Jika deforestasi dipersoalkan maka kebun sawit bukan pemicu utama. Apalagi berdasarkan jejak karbon (Life Cycle Analysis) yang sering digunakan Eropa, studi Gunarso, dkk (2012) mengungkap sebagian besar asalkan usul kebun sawit Indonesia adalah dari lahan berkarbon rendah (low carbon) seperti lahan terlantar (degraded land), lahan pertanian sehingga secara neto kebun sawit Indonesia adalah reforestasi seluas 5,3 Juta hektar  dan bukan deforestasi.

Ketiga, tuduhan degradasi habitat satwa liar (biodiversity). Deforestasi di Indonesia merupakan deforestasi yang terkontrol, prosedural dan bertanggung jawab. Sejak awal kebijakan di Indonesia sebagaimana ditetapkan UU No.41/1999 tentang Kehutanan dan kemudian diperkuat lagi UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang, minum 30 persen luas daratan dipertahankan dan dilestarikan sebagai habitat asli biodiversity termasuk satwa liar yakni hutan lindung dan konservasi. Luas hutan lindung dan konservasi saja tahun 2014 adalah 41,5  Juta hektar dan luas hutan secara keseluruhan 88 Juta hektar. Jadi tuduhan tersebut sangat tidak berdasar fakta. Justru yang patut dipertanyakan adalah Eropa. Apa ada di Eropa habitat asli (virgin forest) biodiversity sub tropis? Tidak ada. Karena semua hutan asli termasuk penghuninya telah dihabisi ketika masa awal pembangunan Eropa dahulu. Hutan Eropa yang ada saat ini adalah hutan sekunder eks lahan pertanian yang ditinggalkan. Kita menagih pertanggungjawaban Eropa atas hilangnya biodiversity Eropa.

Keempat, Eropa mempersoalkan deforestasi (konsep LCA) dikaitkan dengan emisi karbon sebagai penyebab utama pemanasan global dan perubahan iklim global. Menurut International Energy Agency (2016) sekitar 68 persen emisi karbon global adalah dari konsumsi energi fosil.  Emisi karbon tersebut sekitar 14 persen adalah dari China, USA, EU, India dan Rusia. Kontribusi Indonesia hanya sekitar 1,3 persen. Eropa jangan menyebunyaikan diri dengan  mengalihkan persoalan kenegara lain.

Kelima, tuduhan kebun sawit melanggar HAM karena mempekerjakan anak-anak. Tuduhan ini membuat kita tertawa. Ternyata Parlemen Eropa demikian bodohnya sehingga dapat diperdaya LSM. Pekerjaan di kebun sawit misalnya melakukan pruning, memanen dan mengangkat  TBS yang beratnya 20-50 Kg,  tidak mungkin dilakukan anak-anak. Orang dewasa yang tidak terlatih saja belum tentu dapat melakukannya. Apalagi mempersoalkan HAM, apa Eropa lupa masa lalunya sebagai penjajah yang bukan hanya melanggar HAM berat tetapi mematikan ribuan orang-orang Indonesia.

Apakah Parlemen  Eropa  tidak mengetahui ke lima hal tersebut ? Dengan teknologi informasi saat ini seharusnya sangat tau. Dibalik itu semua sesungguhnya adalah mencari alasan untuk melindungi minyak nabati mereka (minyak bunga matahari, minyak rapeseed) yang kalah bersaing dengan minyak sawit.

Source : Indonesiakita.or.id

Post View : 791
EnglishIndonesia