Skip to content

Industri Sawit akan Mendorong Ekonomi Indonesia pada Urutan 10 Besar Dunia

Industri Kelapa Sawit Indonesia setelah menjadi Raja CPO di pasar dunia juga akan mendorong perekonomian Indonesia menjadi negara maju paling tidak pada urutan 10 besar dunia.

Sesuai dengan kondisi geografis Indonesia, strategi yang dikembangkan saat ini adalah pembangunan bidang kemaritiman, yang relatif tertinggal selama ini. Kebijakan pembangunan tersebut, sejalan dengan tujuan pembangunan nasional, dimana Indonesia merupakan negara agraris. Sebagai negara agraris, sektor pertanian adalah sektor utama yang diandalkan dalam pembangunan nasional.

Industri Sawit akan Mendorong Ekonomi Indonesia pada Urutan 10 Besar Dunia

Sejalan dengan visi pembangunan nasional yang telah menetapkan beberapa agenda strategis, antara lain: (1) Program strategis yang berhubungan dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan pengentasan kemiskinan, (2) Program strategis yang berhubungan dengan peningkatan sumber daya manusia, (3) Program strategis yang berhubungan dengan pembangunan infrastruktur, (4) Program strategis lainnya untuk menunjang pembangunan.

Salah satu komoditas pertanian yang menjadi komoditas unggulan di Indonesia yaitu kelapa sawit. Kelapa sawit menyumbangkan devisa yang cukup besar. Indonesia adalah negara dengan luas areal kelapa sawit terbesar di dunia yaitu 34,18% dari luas areal kelapa sawit dunia.

Setelah Indonesia menjadi Raja CPO di pasar dunia sejak tahun 2006, maka diperlukan National Policy yang akan membawa Indonesia menjadi negara maju, atau paling tidak dalam 10 besar dunia.

GDP per kapita dunia pada harga konstan tahun 2005-2007 adalah 7603 USD/kapita/tahun, diperkirakan akan mencapai 13758 USD/kapita/tahun.  Dampak dari meningkatnya penduduk global, dan disertai peningkatan GDP maupun GDP per kapita adalah meningkatnya konsumsi pangan di masa mendatang.  Kedua variabel tersebut (pertambahan penduduk dan pertumbuhan pendapatan per kapita) juga akan mendorong pertumbuhan konsumsi per kapita minyak nabati dunia, dan akan mempengaruhi total konsumsi minyak nabati dunia maupun tingkat produksi minyak nabati dunia di masa mendatang.

Menurut data PBB, pada tahun 2010 Gross Domestik Product (GDP) dunia adalah 47.920 milyar USD (2010).  Dalam 23 tahun ke depan (tahun 2033) GDP dunia tersebut akan meningkat 2 kali lipat, dan dalam waktu yang lebih pendek, yakni 17 tahun berikutnya (2050), GDP dunia akan meningkat 3 kali lipat menjadi 148.191 milyar USD (untuk menghilangkan efek inflasi, data yang digunaan tersebut adalah data constant price dengan tahun dasar 2005).

Perkembangan yang begitu pesat ditunjukkan oleh Negara Asia Timur yang akan menempati posisi teratas sejak tahun 2030 hingga proyeksi tahun 2050. (Negara Asia Timur mencakup : China, Hong Kong, Korea, Indonesia, Malaysia, Mongolia, Philippines, Thailand, Brunei Darussalam dan Singapura). Pada tahun 1980, GDP kawasan Asia Timur adalah 674 milyar USD.  Dengan pertumbuhan yang pesat (8.2 % per tahun), GDP Kawasan asia Timur telah menyamai negara-negara maju pada tahun 2020, dengan GDP sebesar 11 692 milyar USD. (Sementara GDP Negara-negara maju pada tahun yang sama adalah 9_872 milyar USD). Kemudian, tahun 2030, GDP Kawasan asia Timur telah mencapai 21.073 milyar USD, dan sekaligus berhasil mengalahkan GDP Amerika Serikat (19.900 milyar USD) serta Uni Eropa (19.334 milyar USD). Laju pertumbuhan GDP Asia timur jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika Serikat (2.1% per tahun) dan Uni Eropa (2.7% per tahun).  Diperkirakan Indonesia akan menempati peringkat ke-10 GDP terbesar pada tahun 2050.  Hingga tahun 2030, Amerika Serikat menempati urutan ke-1, namun pada tahun 2050 turun menjadi peringkat kedua, digantikan oleh China. Negara China pada tahun 1980 masih menempati posisi ke 19, namun tahun 2000 telah menempati peringkat ke-7 dan sejak tahun 2010 hingga 2030 menempati peringkat ke-2, serta berhasil menempati peringkat ke-1 pada tahun 2050. Hal ini ditopang oleh pertumbuhan ekonomi China yang mencapai rata-rata 10.06% per tahun (1995-2025), dan menurun pada 2030-2050 menjadi 5.23% per tahun. Sementara pada kurun waktu yang sama, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat adalah 1.44% per tahun dan sedikit melambat yakni 1.26 % per tahun.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga telah berhasil menghantarkan Indonesia dari peringkat ke-32 tahun 1980 menjadi peringkat ke-10 pada tahun 2050. Rata-rata pertumbuhan GDP Indonesia tahun 2010 hingga 2030 adalah 6% per tahun, dan sedikit melambat pada tahun 2030 ke 2050 menjadi 4.99 % per tahun. Tahun 2015 GDP Indonesia mencapai 481 000 Juta USD, dan tahun 2030 meningkat 2,2 kali lipat menjadi 1.060.000 juta USD, dan tahun 2050 akan mencapai 2.500.000 juta USD.

Seiring dengan semakin meningkatnya penduduk dan GDP, maka konsumsi minyak nabati juga akan meningkat per kapita per tahun, dan hal ini akan mempengaruhi pasar minyak nabati dunia di masa mendatang

Tahun 2014, konsumsi minyak nabati utama dunia adalah 136.13 juta ton, yang terdiri atas minyak sawit (palm oil) 52.45 juta ton (38.53%), minyak kedele (soybean oil) 45.01 juta ton (33.09%), minyak repeseed (rapeseed oil) 25.30 juta ton (18.59%) dan minyak bunga matahari (sunflower oil) 13.37 juta ton (9.82%). Dibandingkan dengan tahun 2020, konsumsi minyak nabati utama dunia meningkat 12.49% menjadi 153,14 juta ton. Sumber konsumsi utama minyak nabati dunia diperoleh dari minyak sawit 39.85%, minyak kedele 32.81%, minyak repeseed 18.01% dan minyak bunga matahari 9.34%

Sumber produksi utama minyak nabati dunia adalah minyak sawit 40.2%, minyak kedele 32.6%, minyak repeseed 17.8% dan minyak bunga matahari 9.4%. Perubahan tersebut menunjukkan pangsa minyak sawit naik 1.3%, sedangkan ketiga minyak nabati lainnya menurun.  Demikian halnya dengan proyeksi tahun 2050, estimasi produksi minyak nabati utama dunia akan mencapai 358,56 juta ton, atau meningkat 2.6 kali lipat dari kondisi saat ini. Produksi masing-masing minyak nabati adalah minyak sawit 189.66 juta ton (52.9%), minyak kedele 111.07 juta ton (31.0%), minyak repeseed 38.72 juta ton (10.8%) dan minyak bunga matahari sebesar 19.11 juta ton (5.3%).

Keberhasilan Indonesia menjadi negara utama CPO di pasar dunia sejak tahun 2006, merupakan salah pendorong, pembangunan ekonomi Indonesia untuk mencapai peringkat ke-10 dunia pada tahun 2050. Pasar minyak nabati dunia membuka peluang bagi Indonesia sebagai produsen utama dunia untuk tetap memimpin pasar CPO dunia, karena CPO merupakan sumber utama dalam memenuhi demand minyak nabati dunia.

Source : Sawit.or.id

Post View : 1055
EnglishIndonesia