Skip to content

GAPKI Aceh : CPO Aceh Masih Di Bawah Nasional

BANDA ACEH – Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Aceh, Ir Sabri Basyah menyampaikan produksi Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit di Aceh masih di bawah nasional. Jumlah produksi CPO Aceh rata-rata 2 ton/hektare/tahun. Sedangkan rata-rata nasional sekitar 3,5 ton/hektare/tahun.

“Artinya itu jauh sekali di bawah rata-rata nasional. Padahal Aceh itu pintu masuknya kelapa sawit di Indonesia. Namun kenapa rendah di bawah nasional, hal itu karena banyak persoalan,” kata Sabri kepada Serambi, Rabu (24/1). Ia baru saja dilantik kembali sebagai Ketua Gapki Aceh periode 2018-2021, di Hotel Hermes Banda Aceh, Selasa (23/1) malam.

Sabri menambahkan persoalan tersebut antara lain karena pada 1998 saat Indonesia secara umum mengalami krisis ekonomi, Aceh juga ditambah konflik. Hal itu menyebabkan tenaga kerja dari Pulau Jawa yang bekerja di perkebunan lebih memilih untuk meninggalkan Aceh. Akibatnya, perkebunan tersebut telantar.

Selanjutnya yang menyebabkan produksi minyak sawit rendah adalah dari sisi operasional masih banyak masalah, dukungan dari pemerintah lokal juga masih rendah. Kemudian asal bibit yang digunakan ada yang bersertifikat, namun ada juga yang tidak.

“Misalnya perkebunan besar menggunakan bibit bersertifikat dari balai penelitian. Namun masyarakat ada yang menggunakan bibit yang tidak bersertifikat, sehingga produktivitasnya menjadi tidak bagus,” katanya.

Ia menyebutkan lahan tertanam kelapa sawit di Aceh 400 ribu hektare yang tersebar di 12 kabupaten, yaitu Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Utara, Bireuen, Pidie Jaya, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Subulussalan, dan Singkil.

“Dari 400 ribu hektare itu, 51 persennya kebun rakyat, sementara 49 persennya lagi diurusi 39 perusahaan yang tergabung dalam Gapki Aceh, ada sekitar 100 ribu hektar yang diurusi dari 400 ribu hektar tersebut,” sebutnya.

Selain itu, Sabri juga menyampaikan selama 2017, CPO yang dihasilkan dari 12 kabupaten tersebut 800 ribu ton. Angka ini juga berada jauh dibawah nasional yang sebesar 39 juta ton CPO selama 2017. “CPO yang dihasilkan 800 ribu ton itu tidak layak, kita seharusnya mempunyai 1,2 juta ton CPO,” sebutnya.

Disisi lain, Sabri menambahkan kelapa sawit memliki peran penting dalam perekonomian nasional, karena menjadi satu diantara komoditi yang memberi kontribusi devisa terbesar pada 2016-2017 mengalahkan nonmigas.

Sementara untuk perekonomian di Aceh, industri kelapa sawit ini dapat menyerap banyak tenaga kerja, sehingga dapat mengentaskan kemiskinan serta mengurangi pengangguran. “Aceh sekarang menjadi daerah termiskin di Sumatera. Industri kelapa sawit ini dengan serapan tenaga kerjanya yang permanen dapat menjadi salah satu jalan keluar untuk pengentasan kemiskinan apabila didukung juga oleh pemerintah,” katanya.

Dalam hal ini, pihaknya mendorong pemerintah agar meghadirkan kebijakan yang mendukung industri tersebut untuk tumbuh. “Kalau kita miskin, dan mau keluar dari kemiskinan maka kita harus mencari industri yang serapan tenaga kerjanya bagus,” demikian Sabri Basyah. (una)

Source : Aceh.tribunnews.com

Post View : 1544
EnglishIndonesia