Skip to content

GAPKI : Permintaan di negara tujuan ekspor terus meningkat

JAKARTA — Industri kelapa sawit terancam mengalami penurunan produksi, kinerja ekspor, dan kontribusi terhadap perekonomian nasional. Draf instruksi presiden dinilai menyulitkan pelaku usaha industri kelapa sawit yang ingin meningkatkan produktivitas, penanaman kembali dan berinvestasi.

Hal itu mengemuka dalam konferensi pers Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) di Jakarta, Selasa (30/1). Hadir dalam pertemuan itu Ketua Umum Gapki Joko Supriyono dan jajaran pengurus. ”Tiba-tiba muncul draf inpres yang memiliki substansi yang jauh berbeda dengan pembahasan terkait upaya meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit,” ujarnya.

Joko berharap Kementerian Koordinator Perekonomian dan kementerian teknis mempertimbangkan rencana pemberlakuan inpres itu. Ia menyayangkan regulasi yang menyulitkan pelaku usaha tersebut muncul. Di sisi lain, pelaku usaha didorong untuk meningkatkan ekspor dan meningkatkan produktivitas. Pemerintah berencana mengeluarkan Inpres tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.

Dalam draf inpres disebutkan bahwa Menteri Koordinator Perekonomian melakukan koordinasi penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit yang pelaksanaannya dilakukan oleh tim kerja.

Menurut Direktur Eksekutif Gapki Danang Girindrawardana, sekitar 70 persen dari kontribusi industri pengolahan dalam produk domestik bruto sebesar Rp 2.544 triliun, berbasis bahan minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan produk turunannya sebesar Rp 1.800 triliun. Karena itu, ujar Danang, jika draf inpres diberlakukan, dampaknya akan besar terhadap industri sawit.

Pemerintah perlu memikirkan kembali rencana regulasi yang akan dibuat. Pembahasan seharusnya melibatkan semua pemangku kepentingan, terutama pelaku industri kelapa sawit. Pada 2017, industri kelapa sawit mencatat kinerja positif. Produksi CPO pada 2017 mencapai 38,17 juta ton dan minyak inti sawit (PKO) 3,05 juta ton. Dengan demikian, total produksi minyak sawit Indonesia 41 juta ton atau meningkat 18 persen dibandingkan dengan produksi 2016 sebesar 35,5 juta ton yang terdiri dari CPO 32,52 juta ton dan PKO 3,05 juta ton.

Permintaan naik

Sekretaris Jenderal Gapki Togar Sitanggang menuturkan, pada 2017, ekspor ke negara tujuan utama dan produk turunannya naik. Pada 2017, nilai ekspor CPO dan produk turunannya 22,97 miliar dollar AS, naik 26 persen dibandingkan dengan 2016 sebesar 18,22 miliar dollar AS.

Permintaan di negara tujuan ekspor terus meningkat. Untuk pasar India, permintaan CPO dan produk turunannya pada 2017 mencapai 7,63 juta ton atau naik 1,84 juta ton (32 persen) dibandingkan dengan 2016 sebanyak 5,78 juta ton.

Permintaan di negara-negara Afrika meningkat 50 persen dari 1,52 juta ton tahun 2016 menjadi 2,29 juta ton pada 2017. Kenaikan permintaan juga terjadi di pasar China sebesar 16 persen, Uni Eropa 15 persen, Pakistan 7 persen, dan Amerika Serikat 9 persen.

Kompas | Rabu, 31 Januari 2018

Post View : 693
EnglishIndonesia