
50 Juta Penduduk Indonesia Sandarkan Hidupnya Pada Kelapa Sawit
Industri sawit menjadi penyelamat perekonomian nasional. Salah satunya menekan defisit neraca perdagangan yang saat ini terjadi. Komoditas ini juga menghidupi sekitar 50 juta penduduk di Indonesia.
Di Indonesia, sektor ekonomi apa yang menyerap devisa tinggi dan banyak membuka lapangan kerja? Pertanyaan ini diajukan Joko Supriyono, Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) dalam Lokakarya Wartawan Ekonomi dan Pertanian di Belitung, pada akhir Agustus 2018.
Salah satu wartawan menjawab: sawit. Joko Supriyono mengangguk tersenyum. Menurutnya sawit menjadi industri paling produktif dalam memberikan devisa tertinggi bagi negara. Tahun lalu, ekspor minyak sawit menyumbang devisa USD 22,9 miliar atau sekitar Rp 230 triliun.
“Yang dibutuhkan negara ini mendorong industri yang menyerap tenaga kerja serta devisa dalam jumlah tinggi. Dan sawit adalah jawabannya,” kata Joko Supriyono.
Data GAPKI menunjukkan bahwa pertumbuhan devisa sawit terus meningkat. Pada 2017, devisa yang masuk sebesar US$ 22,9 miliar, lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar US$ 18,22 miliar.
Dari aspek penyerapan tenaga kerja, diperkirakan 50 juta warga Indonesia bergantung kepada industri sawit. Jumlah tersebut berasal dari penyerapan tenaga kerja sebesar 17 juta pekerja baik langsung dan tidak langsung mulai dari sektor hulu sampai hilir. Asumsinya 17 juta pekerja ini adalah kepala keluarga dengan istri dan dua anak.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Ketenagakerjaan RI M. Hanif Dhakiri, mengakui kemampuan sawit sebagai industri penyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Oleh karena itu, pihaknya menegaskan akan membantu sawit untuk menjadi industri andalan dan berkontribusi besar kepada negara.
Harus diakui, sektor industri sawit baik hulu dan hilir menjadi penopang ekonomi Indonesia di saat tekanan global saat ini. Ekspor minyak sawit akan menyelamatkan neraca perdagangan nasional dari ancaman defisit yang membengkak.
Joko mengatakan dengan keunggulan karakteristik industri ini, kelapa sawit semestinya didorong untuk terus menerus melakukan kegiatan ekspor.“Kita perlu memperkuat peranan industri yang bisa menutup defisit neraca perdagangan ini,” katanya.
Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian, dalam kesempatan terpisah mengatakan, pemerintah punya komitmen kuat untuk membuktikan bahwa industri kelapa sawit berperan sebagai promotor sekaligus pelindung bagi bentang alam yang bernilai konservasi dan cadangan karbon yang tinggi.
Dalam hal ini, pemerintah bersama pemangku kepentingan kelapa sawit berupaya membuktikan bahwa kelapa sawit Indonesia adalah produk yang aman untuk kesehatan. Komoditas sawit bukan merupakan penyebab kerusakan hutan tropis (deforestasi), bukan penyebab penurunan keanekaragaman hayati, bukan penyebab kebakaran hutan dan lahan, serta bukan sumber potensi peningkatan emisi karbondioksida yang berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim. Kelapa sawit juga berperan strategis bagi perekonomian Indonesia.
Yang menjadi masalah adalah pengembangan industri kelapa sawit terhambat maraknya black campaign dari negara-negara maju (Uni Eropa dan Amerika). “Yang patut disayangkan, banyak masyarakat Indonesia yang percaya bahwa kampanye negatif sawit itu sebagai fakta,” kata Joko.
Source : Sawitindonesia.com