Skip to content

Akses Pasar Kelapa Sawit Ke Negeri Bollywood

JAKARTA — Pembentukan kerja sama dagang bilateral antara Indonesia dan India akan menjadi salah satu solusi untuk membuka akses pasar minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) ke Negeri Bollywood.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, Indonesia tidak dapat hanya bergantung pada pakta dagang Asean-India Free Trade Agreement (AIFTA) untuk mendapatkan pengurangan bea masuk CPO ke India. Pasalnya, Malaysia telah lebih dulu membentuk kerja sama bilateral IM-CECA dengan India.

“Malaysia tahun depan bisa menikmati fasilitas ganda karena mereka membentuk IM-CECA dengan India dan ikut serta di AIFTA. Sementara itu, kita masih mengandalkan AIFTA saja. Akhirnya, ekspor kita nanti jelas kalah,” ujarnya pada Minggu (16/12).

Untuk itu, dia meminta agar Indonesia paling tidak membentuk kerja sama dagang baik berbentuk preferential trade agreement (PTA) atau free trade agreement (FTA) dengan India.

Dia menjelaskan, apabila sesuai dengan kesepakatan IM-CECA, maka per 1 Januari 2019, bea masuk CPO dari Malaysia ke India akan turun menjadi 40% dari tarif yang ada saat ini sebesar 44%. Sementara itu, untuk produk turunan CPO dari Malaysia, tarifnya juga akan turun dari 54% menjadi 45%.

“Sementara kita dengan kerangka AIFTA saja, bea masuk untuk CPO memang sama-sama turun dari 44% menjadi 40%. Namun, untuk produk turunan CPO, tarifnya hanya turun dari 54% menjadi 50%,” jelasnya.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, untuk mengejar ketertinggalan dengan Malaysia, Indonesia harus membentuk kerja sama bilateral dengan India.

“Tidak perlu muluk-muluk dengan PTA atau FTA dulu, cukup lakukan trade off dulu supaya lebih cepat eksekusi dan dampaknya. Sebab dengan kerangka AIFTA, kita baru bisa mengejar ketertinggalan dari Malaysia pada 2020.” katanya.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo menjelaskan, skema kerja sama bilateral dengan India sejatinya telah diinisiasi oleh Indonesia pada 2010. Namun, pembahasan tersebut tidak berlanjut lantaran munculnya usulan pembentukan AIFTA.

“Karena kerja sama bilateral itu tidak berlanjut, kami saat ini usahakan untuk bawa isu-isu kerja sama perdagangan dengan India ini dalam bentuk pembaruan kesepakatan AIFTA. Namun, India justru meminta usulan Indonesia itu untuk dimasukkan ke Regional Comprehesnive Economic Patnership [RCEP],” ujarnya.

Iman mengatakan bahwa pemerintah saat ini mencoba melobi melalui skema trade off. Dalam hal ini, lanjut dia, Indonesia menawarkan pelonggaran akses terhadap produk yang diekspor oleh India. Sebagai timbal baliknya, Indonesia mendapatkan pengurangan tarif bea masuk atas produk CPO dan turunannya ke India.

Adapun, berdasarkan data Gapki, ekspor CPO Indonesia ke India masih menjadi yang terbesar sepanjang Januari-Oktober 2018 yaitu mencapai 5,44 juta ton. (Yustinus Andri)

Bisnis Indonesia | Senin, 17 Desember 2018

Post View : 605
EnglishIndonesia