Kebun Sawit Memiliki Sistem Konservasi Tanah dan Air Berkelanjutan

Peran kebun sawit secara ekonomi merupakan fungsi utama kebun sawit yang sudah banyak diketahui. Selain fungsi ekonomi kebun sawit juga memiliki fungsi ekologis seperti menyerap karbondioksida, penghasil oksigen dan tata air/ konservasi tanah dan air. Fungsi ekologis kebun sawit tersebut tidak banyak mengetahuinya atau menyadarinya meskipun dinikmati secara gratis setiap saat.

SAWIT-LAHAN

Dalam konservasi tanah dan air, kebun sawit memiliki tiga mekanisme yang secara sinergis dalam melindungi tanah dan air. Ketiga mekanisme yang dimaksud adalah yakni mekanisme struktur dan naungan kanopi (canopy land cover), mekanisme tata kelola lahan kebun sawit dan mekanisme sistem perakaran kelapa sawit.

Pertama, mekanisme struktur pelepah daun pohon kelapa sawit yang berlapis-lapis mampu menaungi lahan (land cover) mendekati 100 persen sejak kelapa sawit berumur muda. Struktur pelepah daun yang demikian selain berfungsi sebagai “dapurnya” (fotosintesis) kelapa sawit, juga berfungsi melindungi tanah dari pukulan langsung air hujan. Jika hujan datang, pukulan air hujan tidak langsung mengenai tanah namun terlindungi oleh struktur pelepah daun berlapis-lapis tersebut.

Kedua, mekanisme konservasi tanah dan air berikutnya adalah melalui tatakelola lahan dalam budidaya kelapa sawit. Standar kultur teknis kebun sawit mulai dari penanaman dan pemeliharaan tanaman menggunakan asas-asas konservasi tanah dan air. Mulai dari zero/minimum tillage, penanaman tanaman pelindung (cover crop) pada masa pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (umur 0-4 tahun), pembuatan sistem teras pada lahan miring, pembuatan piringan/tapal kuda, penempatan pelepah tua (pruning) sebagai guludan bahan organik pada gawangan, pengembalian tandan kosong dan limbah cair ke lahan dan lainnya merupakan bagian dari mekanisme konservasi tanah dan air kebun sawit.

Ketiga, sistem perakaran serabut pohon kelapa sawit yang massif, luas dan dalam. Perakaran kelapa sawit dewasa dapat mencapai radius 4 meter sekeliling pangkal dan dengan kedalaman sampai 5 meter dibawah permukaan tanah yang membentuk pori-pori mikro dan makro tanah (Harahap, 1999). Pori-pori mikro dan makro tanah tersebut makin banyak dengan makin dewasa tanaman kelapa sawit.

Sistem perakaran dan pori-pori tanah tersebut yang dapat disebut sebagai biopori alamiah meningkatkan kemampuan lahan kebun sawit dalam menyerap/menahan air (water holding capacity) melalui peningkatan penerusan (infiltrasi) air hujan ke dalam tanah sehingga mengurangi aliran air permukaan (run–off) dan menyimpan cadangan air didalam tanah.

Ketiga mekanisme konservasi tanah dan air tersebut terikat dan menyatu (built–in) pada tanaman dan kebun sawit, sehingga mengelola kebun sawit untuk tujuan ekonomi juga sekaligus mengelola ketiga konservasi tanah dan air tersebut. Selain itu, ketiga mekanisme konservasi tanah dan air kebun sawit tersebut berjangka panjang sama dengan umur ekonomi kebun sawit (rata-rata 25 tahun).

Dengan perkataan lain pekebunan kelapa sawit menghasilkan manfaat ekonomi dan manfaat ekologis secara bersamaan (joint product). Keduanya dihasilkan secara lintas generasi sehingga manfaat ekonomi dan ekologis tersebut bersifat berkelanjutan (sustainable). Ironinya, kita masih mempertanyakan dan kurang kerjaan mensertifikasi sustainability kebun sawit yang sustainable itu.

EnglishIndonesia